Mantan Buruh, Mahasiswa dan Calon Pengusaha


Halo, apakabar?

Pernah berpikir “Buat apa sih jadi mahasiswa? Cape-cape belajar, orang lulusan SMA aja bisa kok naik pangkat kalo tekun dan emang berkualitas.”. Pernyataan kayak gitu gak bisa dibilang salah karna emang udah banyak buktinya kok. Tapi, buat kalian yang punya kesempatan kuliah pesan saya : jangan disia-siakan!. Apa sih maksudnya? Nah lewat tulisan santai ini saya mau berbagi pengalaman juga pemikiran saya tentang dunia kerja serta dunia kuliah. Enjoy~

Masa Menjadi Buruh

Sebelum memutuskan untuk mengenyam pendidikan di bangku kuliah, saya pernah bekerja selama 2 tahun di beberapa perusahaan/instansi. Dua tahun yang penuh peluh itu jelas memberikan saya banyak manfaat dan pelajaran (dan uang pastinya #eh). Lantas kenapa akhirnya saya memutuskan buat kuliah?. Bagi saya pribadi, sebagai buruh saat itu saya sangat sedikit sekali mendapatkan ilmu baru, relasi baru karna pekerjaan yang dilakukan hampir setiap hari itu-itu saja. Orang yang ditemui pun wajahnya hampir selalu sama, kalaupun berbeda yang bersangkutan tidak berurusan dengan saya (hiks). Ingin rasanya saya meminta mereka untuk operasi plastik. Alhasil saya merasa mudah sekali bosan di dunia kerja saat itu. Ditambah lagi dengan jam kerja yang menyita banyak waktu, pulang kerja ya istirahat. No more things to do.

Bagi orang-orang yang memang sudah sangat nyaman untuk bekerja mungkin akan lain ceritanya. Namun bagi saya saat itu, benar-benar tidak ada perkembangan sama sekali dalam hidup saya, yang membuatnya menjadi monoton bagai TV hitam putih. Terlebih perasaan itu makin mencuat ketika saya sering melihat kawan saya di media sosial yang memposting foto-fotonya saat mengikuti kegiatan di kampus. Benar-benar iri. Ingin sekali bisa merasakan terjun dalam kegiatan-kegiatan menyenangkan yang bisa mengembangkan kualitas diri.

Akhirnya setelah berpikir berulang kali ditambah dengan beberapa pertimbangan, saya memutuskan untuk menggunakan kesempatan terakhir untuk mengikuti SBMPTN. Namun saat itu yang paling dipikirkan benar adalah jurusan apa yang harus saya ambil? Jujur , dengan otak yang sudah hampir 2 tahun dipakai untuk memikirkan nanti beli apa kalau dapet uang gaji, memilih jurusan eksak adalah semacam tindakan masokis alias menyakiti diri sendiri. Pada akhirnya saya memutuskan untuk memilih jurusan humaniora yang saya sukai, karna saya pikir saat itu mungkin tidak akan terlalu banyak memakan waktu untuk mempelajari semua materinya dibanding mengulang belajar ilmu eksak. Jika ada yang mengira bahwa saya saat itu berpikir yang penting kuliah, ya memang begitu adanya. Sebegitu besarnya hasrat untuk kembali menjadi pelajar. Dengan harapan saya benar-benar bisa berkembang lebih baik lagi dengan menjadi mahasiswa.

Sebagai Mahasiswa

Tepat satu hari sebelum hari kelahiran saya, pengumuman SBMPTN pun akhirnya diterbitkan. Betapa senangnya ketika melihat bahwa saya diterima di Universitas Negeri Jakarta dengan program studi/jurusan Pendidikan Bahasa Jepang. Perasaan bingung pun muncul saat itu, karna saya masih belum siap untuk meninggalkan dunia kerja yang bergelimangan uang gaji. Mungkin saya akan berhenti berpikir untuk makan enak di A&W (American Warteg) setiap menerima uang gaji. Juga berhenti membeli astor yang bagian tengahnya diisi banyak coklat, dan menggantinya dengan versi kw.

Berbekal segala keberanian dan dengan keputusan yang matang, akhirnya saya memutuskan untuk resign dari perusahaan tempat saya bekerja saat itu dengan alasan hendak melanjutkan kuliah. Saat itu adalah bulan Ramadhan dimana kelelahan yang berlebihan disiang bolong hanya bisa diobati dengan pingsan. (Dan) Saat itu pula saya diharuskan untuk melakukan lapor diri untuk memastikan apakah saya benar-benar diterima di Universitas Negeri Jakarta atau tidak. Berharap mendapat kawan baru yang baik hatinya namun bukan ganteng-ganteng tapi serigala, pahitnya saya malah mendapat pengalaman yang memasamkan muka saat mengurusi berkas di Biro Administrasi Akademik Kemahasiswaan (BAAK).

Saya : “Bu, mau ngasih berkas-berkas”
Ibu : “Oh yaudah mana sini?”
Saya : “Ini bu (nyodorin map ijo)”
Ibu : “KTP mana? Foto mana? Surat lain mana?”
Saya : “Ada di dalem bu…”
Ibu : “Ya lu keluarin dong masa sama gue??!!” (Ini beneran si ibu mukanya lagi kusut banget)
Saya : “………………..(mundur tanpa kata-kata)”

Secuil penglaman konyol itu jelas menjadi shock therapy tersendiri bagi saya, untuk mencoba beradaptasi dengan kehidupan Jakarta yang katanya keras. Meskipun tidak sekeras Rocky, siput batu milik Patrick Star.

Singkat cerita akhirnya saya menjadi mahasiswa Universitas Negeri Jakarta. Belajar bahasa Jepang adalah benar-benar sesuatu hal yang baru bagi saya, karna memang dulu semasa sekolah tidak pernah sama sekali tertarik untuk terjun ke dunia berbau Jepang, apalagi mempelajari bahasanya. Namun ada sebuah keasyikan tersendiri bagi saya ketika melompat dari ranah eksak menuju humaniora, saya menjadi lebih aktif untuk berbicara dan mengekspresikan diri lewat tuturan bahasa tertentu yang tidak bisa dilakukan dengan mereaksikan Natrium Hidroksida dan Asam Klorida. New experience is as great as hell!! 

Meskipun jurusan yang saya ambil terlihat jauh sekali korelasinya, namun saya tidak pernah merasa kecewa apalagi menyesal. No time to regret too much. Karena saya yakin, apapun jurusan yang saya ambil selama ditekuni dengan kesungguhan maka kita akan menjadi seseorang yang mumpuni dalam bidang tersebut. Tentu saja karir akan mengikuti bagaimana kualitas kita kelak. Maka dari itu saya memilih untuk meninggalkan sesal yang memilukan dan mulai mengasah kemampuan diri dalam berbahasa Jepang khususnya.

Selama bergelut dengan dunia kampus saya juga akhirnya mendapatkan hak untuk mengikuti organisasi dalam kampus, mengikuti berbagai macam lomba tingkat universitas, mendapat relasi baru, dan masih banyak lagi. Tergabung dalam Kelompok Peneliti Muda (KPM) dan juga sesekali mengikuti kegiatan HIMA Bahasa Jepang membuat saya benar-benar dipenuhi oleh pengalaman baru. Pengalaman untuk membuat sebuah acara, birokrasi, teknik berkomunikasi, kepemimpinan, menulis dan lain sebagainya yang masih banyak. Saya juga mendapatkan kesempatan untuk memberikan pengajaran untuk mata pelajaran kimia kepada murid SMA. Sungguh hal ini adalah yang saya inginkan, saya rindukan saat bekerja di perusahaan. Hal yang bagi saya, akan sulit ditemukan ketika menjadi buruh pabrik.

Harapan & Pesan

Pasca lulus dari Universitas Negeri Jakarta, memang sudah ada perencanaan dengan apa yang akan saya lakukan kelak. Harapannya saya bisa menjadi seorang pengusaha, namun sejujurnya belum terpikirkan dalam bidang apa. Entah berhubungan dengan Jepang atau tidak pun saya belum tahu. Tapi saya sangat tertarik untuk menggeluti bidang konveksi. Andaikata pun saya akan kembali menjadi buruh, saya tidak akan menyesal, karna saya sudah bisa merasakan banyak sekali pengalaman berharga selama menjadi mahasiswa. Saya juga yakin kelak saya tidak akan mudah bosan seperti sebelumnya, karna mungkin ada pengaruh dari luar seperti kedewasaan, relasi, dan kegiatan lain yang membuat hari-hari bekerja saya tidak monoton.

Terlepas dari semua pemaparan yang saya sampaikan dalam tulisan ini, saya sama sekali tidak bermaksud untuk mendiskreditkan kaum buruh. Toh bisa saja suatu hari saya menjadi buruh kembali. Kesan-kesan yang saya sampaikan murni berasal dari apa yang saya rasakan, tentu setiap orang akan berbeda-beda. Juga, tentang bagaimana menjadi mahasiswa, aktif atau tidak itu adalah pilihan pribadi. Saya tidak sedang berusaha untuk memaksa readers untuk menjadi mahasiswa aktif. Pasif pun tak apa, asal kelak mampu menjadi manusia yang ilmunya bermanfaat bagi bangsa dan Negara.

Namun bagi saya, dunia kampus tanpa aktif mengikuti berbagai macam kegiatan itu bagai sayur kurang garam kurang enak kurang segar..jengjet dari itu…oke stop. Karna secara umum sama saja seperti anak SMA, hanya beda tempat, tingkat dan apa yang dipelajarinya. Tidak ada salahnya mengikuti banyak kegiatan seminar, lomba, aktif di organisasi, berpartisipasi sebagai relawan (volunteer) sebuah acara dan juga kegiatan lainnya. Saya yakin itu semua akan bermanfaat bagi mahasiswa tentunya, sebagai bekal untuk masa depan, juga untuk menggali pengalaman selama mampu. Setelah masuk dunia kerja, bukan tidak mungkin ruang gerak kita menjadi lebih terbatas. Maka dari itu, ayo manfaatkan waktu dan kesempatan kita dengan kegiatan yang bermanfaat!. Karena hidup bukanlah seperti Hukum Hess yang hanya melihat awal dan akhir reaksi, namun proses yang membentuk kita lah yang sungguh berarti :)

Nah barangkali hanya secuil pengalaman dan pemkiran ini saja yang bisa saya sampaikan. Tulisan yang panjang lebar tentu membosankan, karna itu saya tidak menutup diri untuk berdiskusi dengan readers. Semoga berkenan, terinspirasi, termotivasi untuk memanfaatkan waktunya selama menjadi mahasiswa.

Hidup mahasiswa!!


Sumber gambar : Dokumen pribadi

0 komentar:

Posting Komentar

 

Quote

Let's get it done . .実現の為にゆくのよ. . Let's face it
Let's get it done. .Moving on for the sake of realization. .
Let's face it ~YUI

LEO-House Indonesia

Tanya Mbah Gugel

Loading